Kampanye Sosial Media: Saatnya Kaum Millenial Cerdas Memilih dan Anti Money Politic
Oleh: Alaika M. Bagus Kurnia PS
Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Pada akhir tahun nanti, pemilihan kepala daerah akan serentak dilaksanakan di beberapa provinsi maupun kabupaten atau kota. Ada satu opini masyarakat yang sudah mendarah daging. Money Politic atau politik uang. Rasanya tidak sah bagi pemilih apabila uang tidak hinggap ditangannya. Celetuk dari salah satu warga Surabaya,”Gak ono duite yo males nyoblos”. Ulasnya. Yang artinya tidak ada uang, maka mereka enggan untuk memilih.
Opini diatas merupakan contoh yang nampaknya tradisi memberi (take and give) sulit rasanya untuk dieliminasi(Hariyani 2018) dalam rangka melangsungkan pesta demokrasi tersebut. Hariyani juga menawarkan sebuah solusi dalam artikelnya. Dengan menerapkan kampanye politik yang santun dapat menggerus aktivitas money politic.
Aktivitas politik uang apabila ditarik kebelakang, akan memunculkan skema indikator kelahirannya. Faktor utama yang memunculkan praktik money politic adalah adanya kepentingan dari masing-masing pihak(Ghazali 1990) dan sekaligus keberadaan perhelatan demokrasi yang sudah barang tentu memerlukan biaya tinggi(Holish and Rohmat 2018). Maka tidak jarang praktik money politik terjadi dalam praktik pesta demokrasi karena kedua induk faktor tersebut. Selanjutnya, keberadaan money politic juga menjadi pemicu hilangnya esensi bernegara. Pada akhirnya masyarakat-lah yang seharusnya memegang kekuasaan penuh atas kedaulatan negara. Namun sangat disayangkan, secara tidak sadar hak kedaulatannya dilepaskan begitu saja.
Pola pemikiran tersebut, apabila masyarakat cerdas memilihnya, maka ia tidak serta merta merelakannya dengan berhitung selama periode kinerja kepala daerah. Bayangkan ketika ada janji calon pimpinan daerah terkait satu pemilih akan diberi uang dengan jumlah yang ditentukan. Misalkan Rp. 150.000,- tiap pemilih. Secara tidak sadar mereka sudah merelakan hak pilih dan kuasanya atas pimpinan daerah yang ditunjuknya. Ketika harga suara tersebut hanya 150.000 untuk 5 tahun ke depan dalam satu periode, maka nasib rakyat daerah atas kemakmuran dan kesejahteraannya belum bisa dijamin. Kenihilan jaminan tersebut disebabkan atas keabsahan pimpinan daerah membeli hak rakyatnya dengan harga Rp.150.000,-. Apabila hanya dihitung melalui angka matematika, dalam 5 tahun x 12 bulan = 60 bulan. Maka uang yang tadinya Rp. 150.000,- : 60 bulan (selama 5 tahun) akan memunculkan hasil Rp.2.500,- dalam satu bulan. Harga kesejahteraan masyarakat dalam satu bulan, tidak sebanding dengan harga diri kedaulatan pada esensinya.
Kesimpulan implementasi dalam sebuah kebijakan merupakan salah satu tahapan dalam keseluruhan proses kebijakan, yaitu tahapan perumusan, tahapan implementasi, dan tahapan evaluasi yang berlangsung dalam satu sistem kebijakan yang kompleks dan dinamis dan akan menentukan berhasil tidaknya suatu kebijakan dan tujuan yang jelas sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil yang diharapkan.
Sedangkan kebijakan menjadi tidak berguna jika kebijakan tidak akan berdampak dan tidak dapat mencapai tujuan dari kebijakan itu sendiri apabila kebijakan tersebut tidak dilaksanakan, sebab sukses tidaknya suatu kebijakan yang telah ditentukan ditentukan oleh implementasinya dengan asumsi bahwa implementasi merupakan suatu rantai yang menghubungkan perumusan kebijakan dengan hasil kebijakan yang diharapkan. selain perumusan dan evaluasi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui proses politik, dan dilakukan secara terus menerus dalam melaksanakan tindakan yang simultan dan obyektif. Dengan tujuan program yang dimodifikasi untuk meminimalkan hambatan dalam rangka mengubah situasi.
Memang benar artikel di atas mengambarkan warga yang malas memilih Karena tidak ada uang /money politik. Sebenernya begini seharusnya kita menjadi warga negara yang berjiwa demokrasi dan pemimpin kita seharusnya tidak menerima dan harus menolak money politik. Karena money politik juga akan merugikan diri kita, yang mau nyalon menjadi anggota daerah atau nergara, MPR dan DPR misalnya, dan merugikan bagi nasib negara Indonesia kedepannya. Bukan itu saja kesalahan nya. Seharusnya calon yang akan menjadi pwpimpin daerah/ negara/DPR /MPR mereka harus menaati janji janji yang mereka ucapkan saat berpidato. Jangan kalau sudah jadi anggota mereka melupakan janji itu. Kita sebagai rakyat meresa di bodoh i . Seharusnya mereka yang berjanji harus ditaati dan dilaksanakan. Terima kasih
Memang benar artikel diatas,dan kebanyakan masyarakat sekarang jika tidak ada uang mereka tidak perduli,karna mereka tidak tau apa apa itu politik? Dan kita sebagai mahasiswa harus bisa mengubah negara kita jauh lebih baik lagi kedepannya
Opini tersebut memang benar,bahkan sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk mengambil keuntungan tersebut sebagai penghasilan tambahan ekonominya sendiri, tanpa memikirkan akibatnya terlebih dahulu karna sudah ada rasa ketertarikan terhadap uang
Ragil Dian Saputra (2011411064) / Keperawatan 1B
Terimakasih banyak pak atas pengetahuan barunya
Memang benar artikel tersebut, mereka hanya memikirkan dirinya sendiri tidak memikirkan efek jangka panjang kedepannya bagaimana. mereka lupa sama janjinya saat dilantik
Opini tersebut sangatlah benar, sekarang masyarakat jika tidak ada uang tidak akan memilih orang tersebut. Mereka tidak berpikir untuk kedepannya bagaimana bisa saja berakibat fatal di kemudian hari. Jadi saran saya memilih ya karena pilihan sendiri serta dapat dilihat prestasi dan pengalaman orang tersebut di dunia politik ataupun yang lain.
Memang tidak heran lagi money politic di kalangan masyarakat masih banyak menjamur tidak heran jurus jitu ini di manfaatkan oleh para pemimpin daerah untuk menarik suara rakyat agar memilih calon pasangan tersebut,bahkan mereka rela mengeluarkan dana begitu banyak untuk sistem money politic yang mengincar suara – suara rakyat kecil di pedesaan dengan iming – iming uang 150.000 selain itu untuk meyakinkan masyarakat yang memilih mereka selain memberi uang mereka bahkan di janjikan akan membangun tempat tinggal mereka,jalan akan di perbaiki di kasih aspal ini hanya semata -mata trik untuk menggaet suara rakyat kecil dan ketika mereka naik menjadi peminpin janji yang mereka telah sepakati di abaikan hal seperti ini sudah sering terjadi apa lagi untuk orang-orang yang di pelosok-pelosok negri ini maka dari itu untuk menghindari adanya praktek money politic ini perlu adanya penyuluhan dan pembinaan masyarakat setempat tentang praktik money politic ini dampak dan kerugianya money politic ini sya sebagai kaum muda milenila sudah menyadari tentang hal praktek money politic ini dan sebagai kaum milenial penerus generasi bangsa kita perlu mencegah dan menghentikan praktik money politic ini karna di tangan kita anak milenial ini yang akan merubah bangsa ini kedepanya akan lebih maju dan beribawa dan jangan kita biarkan para pemimpin yang hanya berniat kotor yang memimpin bangsa tercinta kita ini maka dari itu kita sebagai kaum penerus bangsa bisa memilih-milih calon peminpin yang jujur dan bersih yang mengerti tentang indonesia kedepan nya seperti apa dalam poin-poin artikel di atas dapat saya simpulkan pentingnya dan bahanya bagi bangsa dalam praktek money politic ini
Opini tersebut memang benar, pada dasarnya masyarakat selalu tergiur dengan ‘money politic’ sebagai tambahan penghasilan ekonomi tanpa memikirkan efek jangka panjangnya. Dan kesempatan untuk para pemimpin untuk mengincar suara rakyat kecil yang hanya membutuhkan uang untuk menyambung hidup. Kita sebagai generasi milenial harus mengadakan penyuluhan dan pembinaan masyarakat tentang praktik ‘money politic’. Selain itu yang paling penting adalah kita harus mengingatkan masyarakat untuk jangan merima ‘money politic’ agar bangsa kita bisa mendapatkan pemimpin yang jujur.